Artikel pendek ini saya buat setelah membaca buku
yang ditulis oleh H. J. de Graaf dan Th. G. Th. Pigeaud yang berjudul
kerajaan-kerajaan Islam pertama di Jawa: kajian sejarah politik abad ke-15 dan
ke-16.
Pelajaran sejarah sejak sekolah dasar hinnga
sekolah menengah atas dalam membahas parapenyebar Islam di Indonesia pasti
menyebutkan peran para pedagang Gujarat, India, Cina, atau Arab dan beberapa
ulama dari asia barat. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah mengapa yang berperan
dalam menyebarkan agama islam itu hanya kaum pedagang dan kaum ulama? Apakah
tidak ada golongan yang lain?
Dalam setiap perdagangan yang berskala
internasional tentu saja membutuhkan banyak sekali pegawai perkapalan atau
dapat dikatakan para budak. perbudakan sekitar abad ke-15-16 memang masih
berlaku. Berangkat dari fenomena ini, muncul semacam pertanyaan apakah para
budak juga mempunyai peran dalam penyebaran Islam di Indonesia.
Memang agak sulit menjawab pertanyaan diatas, namun
apabila dirunut dari akidah, biasanya para budak itu lebih kuat agamanya
daripada para pedagang. Para pedagang
terkadang pula atau sering melalaikan ibadah karena sibuk dengan dagangannya.
Dalam ajaran Islam terdapat semacam ajakan untuk menyebarkan Islam walaupun
hannya satu ayat sekalipun.
Kalau membaca sejarah Islam, maka didapatkan
semacam gambaran bahwa islam itu agamanya orang kecil, agamanya para budak,
agamanya kaum yang dipinggirkan. Maka secara otomatis tingkat kedisiplinan
dalam ibadahnya para budak itu cenderung lebih baik. Memang tidak dapat
dipungkiri jika ada para budak yang tidak dapat menjalankan ibadahnya dengan
baik karena harus bekerja, akan tetapi dapat diperkirakan jumlahnya relatif
sedikit.
Pelayaran pada masa sebelum diketemukan mesin uap
tentu saja masih bergantung pada angin muson barat dan timur. Jarak masa antara
muson barat dan timur kurang lebih enam bulan. Melihat fakta ini maka tentu
saja para pedagang, awak kapal, maupun para budak akan tetap tinggal sementara
sambil menunggu pergantian angin muson tersebut. Dalam sejarah pun dijelaskan
banyak dari para pedagang yang kemudian menikah dengan warga sekitar dan ada
pula yang menyebarkan Islam.
Pertanyaan selanjutnya apakah yang dilakukan oleh
para budak selagi menunggu pergantian angin muson ini. apakah mereka hanya
terpaku pada tugas-tugas berat yang harus mereka tanggung ataukah juga ikut
berperan dalam menyebarkan Islam. Kalau hanya bekerja terus tentu saja tidak
mungkin. Jika berdasarkan hadist tersebut diatas yang menyebutkan setiap muslim
wajib menyebarkan Islam walaupun hanya satu ayat, maka dapat diperkirakan para
budak pun mempunyai peran dalam penyebaran Islam di Indonesia, yang menjadi
masalah sekarang adalah mengenai fakta sejarahnya. Kalau penyebar dari para
pedagang itu sudah mempunyai fakta sejarah yang akurat.
Terdapat Hadist lain yang pokok intinya adalah
dilarang mencela seseorang yang mengajarkan suatu kebenaran, meskipun yang
mengajarkan tersebut adalah budak Habsyi (Ethiopia) yang hidungnya rumpung.
Berangkat dari bunyi hadist tersebut maka diperkirakan para pribumi juga
mendapatkan ajaran Islam dari para budak.
Akan tetapi perlu diingat bahwa kedudukan para
budak itu sangat rendah, maka tentu saja mereka sangat terbatas dalam proses
penyebaran Islam ini. Mereka tentu saja tidak akan berani atau lancang memberi
wejangan kepada para keluarga kerajaan, para bangsawan atau saudagar pribumi
karena pada masa itu budak memang dianggap seperti hewan yang hanya diambil
tenaganya untuk bekerja saja tnpa dibayar. Sehingga melihat kenyataan kedudukan
sosial mereka yang sangat rendah, maka dapat diperkirakan mereka hanya
mengajarkan islam pada sesama budak.
Kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini
adalah bahwa tidak hanya kaum pedagang saja yang berperan dalam penyebaran
Islam di indonesia.
Para budak pun dapat diperkirakan ikut
berperan dala penyebaran Islam ini. Akan tetapi tetap saja terbentur pada
kesahihan fakta sejarah, karena sampai sekarang belum ada tulisa tentang peran
budak dalam penyebaran Islam di Indonesia. sehingga dapat dianggap sejarah itu
hanya milik kaum terpelajar atau kaum yang mempunyai kedudukan tinggi dan
mengesampingkan kaum lain yang kedudukannya lebih rendah.
Para
sejarawan diharapkan lebih melihat subaltern, karena sejarah subaltern lebih
kompleks dan lebih luas daripada hanya membahas mengenai sejarah-sejarah besar
saja. Sejarah adalah milik semua golongan bukan hanya milik suatu golongan
tertentu.