Setiap bangsa di dunia ini pasti mempunyai
sejarahnya sendiri. Namun yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah sebenarnya
pengertian sejarah itu? Banyak pendapat-pendapat dari para sejarawan atau
golongan terpelajar lain mengenai pengertian sejarah. Secara mudah sejarah
dapat diartikan sebagai peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Pertanyaan
selanjutnya adalah apakah setiap peristiwa masa lampau itu termasuk sejarah?
Prof. Bambang Purwanto, selaku guru besar ilmu sejarah UGM, mengatakan bahwa
tidak semua peristiwa yang terjadi pada masa lampau itu termasuk sejarah sampai
peristiwa tersebut diangkat untuk ditulis. Semua pendapat-pendapat yang
dilontarkan para sejarawan atau golongan terpelajar lain ini tidak ada yang
didiskualifikasi atau diabaikan, meskipun sering terjadi bantahan antara
pendapat satu dengan pendapat yang lain.
Penulisan sejarah tentu saja tidak akan terlepas
dari peran sejarawan. Hal ini tidak dapat dipungkiri, karena hanya para
sejarawanlah yang dapat mengungkapkan semua peristiwa-peristiwa sejarah secara
jelas dengan metode dan metodologi yang dimilikinya. Akan tetapi sejarawan yang
notabene sebagai elit negara terkadang tidak dapat mengungkapkan semua hasil
penelitiannya itu secara obyektif. Para sejarawan
biasanya dituntut untuk mengikuti suatu tatanan yang dibuat oleh Negara. Oleh karena
itu tidak sedikit hasil dari penelitian para sejarawan itu harus dihilangkan
karena dapat membuat legitimasi suatu
Negara itu goyah.
Keterkaitan antara elit pmerintah dengan sejarawan
ternyata sudah berlangsung lama. Di dunia barat misalnya, tidak sedikit para
elit menyewa bahkan membeli sejarah demi memperoleh legitimasi. Oleh karena itu
mau tidak mau para sejarawan harus mengikuti kebijakan pemerintah tersebut
meskipun menyimpang dari hal yang sebenarnya. Di Indonesia khususnya Jawa,
penulisan sejarah sudah muncul sejak jaman kerajaan. Penulisan sejarah ini
tentu saja tidak dapat terlepas dari campur tangan penmerintah kerajaan. Bagi
pujangga kerajaan yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah biasanya akan
disingkirkan atau dikeluarkan dari wilayah kerajaan karena dianggap sebagai
penentang pembelot terhadap pemerintah kerajaan.
Hal tersebut diatas mengakibatkan sangat sedikit
sejarah yang bersifat obyektif, bahkan nyaris tidak ada. Ketidakobyektifan
hasil sejarah ini selain dipengaruhi kebijakan pemerintah juga disebabkan oleh
pendapat atau anggapan dari hipotesa sejarawan itu sendiri.
Kembali ke
masalah semula, keterkaiatan anatara elit pemerintah dengan para sejarawan
sudah menjadi semcam budaya yang sangat sulit untuk dilepaskan, kecuali dengan
terobosan-terobosan baru. Para sejarawan
seharusnya sadar bahwa sejarah itu bukanlah sebagai dongengan belaka, tetapi
sejarah juga dapat dijadikan sebagai cermin dalam kehidupan. Jikalau sejarah
hanya ditulis berdasarkan kebijakan pemerintah yang cenderung hanya mengorek
hal-hal yang baik saja dan mengesampingkan peristiwa kegagalan secara otomatis
hal tersebut menghambat perkembangan kemajuan suatu bangsa itu sendiri. Seperti
yang telah diungkapkan diatas tadi bahwa sejarah dapat dijadikan sebagai cermin
untuk mengevaluasi peristiwa yang telah terjadi pada masa sebelumnya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seorang
sejarawan harus menempatkan diri sebagai seorang sejarawan. Sejarawan tidak
boleh menyembunyikan satu atau lebih dokumen sejarah, karena sejarah itu sangat
penting, entah itu bagi suatu kaum, suatu bangsa, atapun kelompok tertentu. Kesan
sejarawan yang dapat diibaratkan sebagai “katak dalam tempurung” mulai sekarang
harus mulai ditinggalkan. Sejarawan harus dapat mengungkapkan sejarah
sebenar-benarnya meskipun bertentangan dengan kebijakan pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar