Sabtu, 04 Agustus 2012

HISTORY atau HIS STORY


Surat Kabar Kompas beberapa waktu yang lalu mengetengahkan sebuah artikel yang membahas persoalan historiografi di Indonesia. Artikel ini membahas salah satunya mengenai dominanya tokoh laki-laki dalam historiografi Indonesia. Jikalau sejarah itu milik kaum adam terus bagaimana kedudukan kaum hawa dalam kesejarahan Indonesia?
Memang sangat sulit untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, karena sudah menjadi kebiasaan yang tidak dapat dielakkan bahwa sejarah Indonesia itu milik kaum adam. Dalam sejarah perang jawa misalnya pasti yang dibahas megenai bagaimana usaha Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya dalam berperang melawan pemerintah kolonial, mengapa tidak membahas bagaimana kesibukan para wanita yang ikut mempersiapkan bahan logistik untuk perang ini. tidak mungkin yang mempersiapkan bahan logistik hanya kaum pria saja. Seterusnya dalam menulis sejarah ekonomi di Indonesia mengapa yang dibahas hanya kondisi perekonomian tidak membahas bagaimana sesosok wanita juga sangat berperan dalam perkembangan perekonomian di Indonesia.
Sebenarnya banyak sekali partisipasi kaum wanita dalam sejarah Indonesia, tetapi mengapa sangat sedikit yang membahasnya. Kalau pun toh ada, pasti hanya berkutat pada masalah yang melanggar tata susila seperti yang telah diungkapkan oleh Prof. Bambang Purwanto dalam bukunya “Gagalnya Historiografi Indonesiasentris”.
Sejak jaman kolonial wanita sudah dijadikan sebagai merk barang dagangan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa iklan di beberapa surat kabar yang terbit atau beredar pada masa itu pasti menampilkan sesosok wanita dengan pakaian yang sedikit seronok. Iklan yang sering bahkan selalu menampilkan wanita seperti itu biasanya merupakan iklan obat-obatan dari ramuan Cina. Contoh-contoh yang lain dapat dilihat dalam thesisnya Gayung Kesuma yang membahas mengenai sejarah sexualitas di Jawa pada abad XX.
Hal serupa juga terjadi pada saat menulis sejarah Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Wanita yang sering diungkit-ungkit dalam tulisan ini pasti mempermasalasahkan wanita sebagai “Jugun Ianfu”, apakah wanita hanya dijadikan sebagai pemuas kaum pria saja? mengapa tidak membahas pengorbanan kaum wanita yang harus menjemur, menumbuk padi yang hanya diperuntukkan bagi orang Jepang. Memang benar jika artikel dalam Kompas tersebut membahas sejarah adalah hanya milik kaum adam saja.
Maka apa yang dilakukan oleh Bu Mutiah Amini selaku sejarawan UGM mencoba untuk mengoreksi kembali kedudukan kaum wanita dalam karya sejarah Indonesia. Apa yang dilakukan oleh Bu Mutiah ini memang sangat diharapkan untuk membangkitkan kembali semangat menulis sejarah perempuan.
Sekarang adalah tugas kita sebagai calon sejarawan, kia tidak boleh pilih-pilih dalam menulis sejarah. Sejarah bukan hanya sebagai milik kaum pria, kaum intelek. Sejarah adalah milik semua golongan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar