Surat
Kabar Kompas beberapa waktu yang lalu mengetengahkan sebuah artikel yang
membahas persoalan historiografi di Indonesia . Artikel ini membahas
salah satunya mengenai dominanya tokoh laki-laki dalam historiografi Indonesia . Jikalau
sejarah itu milik kaum adam terus bagaimana kedudukan kaum hawa dalam
kesejarahan Indonesia ?
Memang
sangat sulit untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, karena sudah menjadi
kebiasaan yang tidak dapat dielakkan bahwa sejarah Indonesia itu milik kaum adam. Dalam
sejarah perang jawa misalnya pasti yang dibahas megenai bagaimana usaha
Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya dalam berperang melawan pemerintah
kolonial, mengapa tidak membahas bagaimana kesibukan para wanita yang ikut
mempersiapkan bahan logistik untuk perang ini. tidak mungkin yang mempersiapkan
bahan logistik hanya kaum pria saja. Seterusnya dalam menulis sejarah ekonomi
di Indonesia mengapa yang
dibahas hanya kondisi perekonomian tidak membahas bagaimana sesosok wanita juga
sangat berperan dalam perkembangan perekonomian di Indonesia .
Sebenarnya
banyak sekali partisipasi kaum wanita dalam sejarah Indonesia , tetapi mengapa sangat
sedikit yang membahasnya. Kalau pun toh ada, pasti hanya berkutat pada masalah
yang melanggar tata susila seperti yang telah diungkapkan oleh Prof. Bambang
Purwanto dalam bukunya “Gagalnya Historiografi Indonesiasentris”.
Sejak
jaman kolonial wanita sudah dijadikan sebagai merk barang dagangan. Hal ini
dapat dilihat dari beberapa iklan di beberapa surat kabar yang terbit atau beredar pada
masa itu pasti menampilkan sesosok wanita dengan pakaian yang sedikit seronok.
Iklan yang sering bahkan selalu menampilkan wanita seperti itu biasanya
merupakan iklan obat-obatan dari ramuan Cina. Contoh-contoh yang lain dapat dilihat
dalam thesisnya Gayung Kesuma yang membahas mengenai sejarah sexualitas di Jawa
pada abad XX.
Hal
serupa juga terjadi pada saat menulis sejarah Indonesia pada masa pendudukan
Jepang. Wanita yang sering diungkit-ungkit dalam tulisan ini pasti mempermasalasahkan
wanita sebagai “Jugun Ianfu”, apakah wanita hanya dijadikan sebagai pemuas kaum
pria saja? mengapa tidak membahas pengorbanan kaum wanita yang harus menjemur,
menumbuk padi yang hanya diperuntukkan bagi orang Jepang. Memang benar jika
artikel dalam Kompas tersebut membahas sejarah adalah hanya milik kaum adam
saja.
Maka apa
yang dilakukan oleh Bu Mutiah Amini selaku sejarawan UGM mencoba untuk
mengoreksi kembali kedudukan kaum wanita dalam karya sejarah Indonesia . Apa
yang dilakukan oleh Bu Mutiah ini memang sangat diharapkan untuk membangkitkan
kembali semangat menulis sejarah perempuan.
Sekarang
adalah tugas kita sebagai calon sejarawan, kia tidak boleh pilih-pilih dalam
menulis sejarah. Sejarah bukan hanya sebagai milik kaum pria, kaum intelek.
Sejarah adalah milik semua golongan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar