Minggu, 05 Agustus 2012

PENYEBAR ISLAM DI INDONESIA


Artikel pendek ini saya buat setelah membaca buku yang ditulis oleh H. J. de Graaf dan Th. G. Th. Pigeaud yang berjudul kerajaan-kerajaan Islam pertama di Jawa: kajian sejarah politik abad ke-15 dan ke-16.

Pelajaran sejarah sejak sekolah dasar hinnga sekolah menengah atas dalam membahas parapenyebar Islam di Indonesia pasti menyebutkan peran para pedagang Gujarat, India, Cina, atau Arab dan beberapa ulama dari asia barat. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah mengapa yang berperan dalam menyebarkan agama islam itu hanya kaum pedagang dan kaum ulama? Apakah tidak ada golongan yang lain?
Dalam setiap perdagangan yang berskala internasional tentu saja membutuhkan banyak sekali pegawai perkapalan atau dapat dikatakan para budak. perbudakan sekitar abad ke-15-16 memang masih berlaku. Berangkat dari fenomena ini, muncul semacam pertanyaan apakah para budak juga mempunyai peran dalam penyebaran Islam di Indonesia.
Memang agak sulit menjawab pertanyaan diatas, namun apabila dirunut dari akidah, biasanya para budak itu lebih kuat agamanya daripada para pedagang. Para pedagang terkadang pula atau sering melalaikan ibadah karena sibuk dengan dagangannya. Dalam ajaran Islam terdapat semacam ajakan untuk menyebarkan Islam walaupun hannya satu ayat sekalipun.
Kalau membaca sejarah Islam, maka didapatkan semacam gambaran bahwa islam itu agamanya orang kecil, agamanya para budak, agamanya kaum yang dipinggirkan. Maka secara otomatis tingkat kedisiplinan dalam ibadahnya para budak itu cenderung lebih baik. Memang tidak dapat dipungkiri jika ada para budak yang tidak dapat menjalankan ibadahnya dengan baik karena harus bekerja, akan tetapi dapat diperkirakan jumlahnya relatif sedikit.
Pelayaran pada masa sebelum diketemukan mesin uap tentu saja masih bergantung pada angin muson barat dan timur. Jarak masa antara muson barat dan timur kurang lebih enam bulan. Melihat fakta ini maka tentu saja para pedagang, awak kapal, maupun para budak akan tetap tinggal sementara sambil menunggu pergantian angin muson tersebut. Dalam sejarah pun dijelaskan banyak dari para pedagang yang kemudian menikah dengan warga sekitar dan ada pula yang menyebarkan Islam.
Pertanyaan selanjutnya apakah yang dilakukan oleh para budak selagi menunggu pergantian angin muson ini. apakah mereka hanya terpaku pada tugas-tugas berat yang harus mereka tanggung ataukah juga ikut berperan dalam menyebarkan Islam. Kalau hanya bekerja terus tentu saja tidak mungkin. Jika berdasarkan hadist tersebut diatas yang menyebutkan setiap muslim wajib menyebarkan Islam walaupun hanya satu ayat, maka dapat diperkirakan para budak pun mempunyai peran dalam penyebaran Islam di Indonesia, yang menjadi masalah sekarang adalah mengenai fakta sejarahnya. Kalau penyebar dari para pedagang itu sudah mempunyai fakta sejarah yang akurat.
Terdapat Hadist lain yang pokok intinya adalah dilarang mencela seseorang yang mengajarkan suatu kebenaran, meskipun yang mengajarkan tersebut adalah budak Habsyi (Ethiopia) yang hidungnya rumpung. Berangkat dari bunyi hadist tersebut maka diperkirakan para pribumi juga mendapatkan ajaran Islam dari para budak.
Akan tetapi perlu diingat bahwa kedudukan para budak itu sangat rendah, maka tentu saja mereka sangat terbatas dalam proses penyebaran Islam ini. Mereka tentu saja tidak akan berani atau lancang memberi wejangan kepada para keluarga kerajaan, para bangsawan atau saudagar pribumi karena pada masa itu budak memang dianggap seperti hewan yang hanya diambil tenaganya untuk bekerja saja tnpa dibayar. Sehingga melihat kenyataan kedudukan sosial mereka yang sangat rendah, maka dapat diperkirakan mereka hanya mengajarkan islam pada sesama budak.
Kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini adalah bahwa tidak hanya kaum pedagang saja yang berperan dalam penyebaran Islam di indonesia. Para budak pun dapat diperkirakan ikut berperan dala penyebaran Islam ini. Akan tetapi tetap saja terbentur pada kesahihan fakta sejarah, karena sampai sekarang belum ada tulisa tentang peran budak dalam penyebaran Islam di Indonesia. sehingga dapat dianggap sejarah itu hanya milik kaum terpelajar atau kaum yang mempunyai kedudukan tinggi dan mengesampingkan kaum lain yang kedudukannya lebih rendah.
Para sejarawan diharapkan lebih melihat subaltern, karena sejarah subaltern lebih kompleks dan lebih luas daripada hanya membahas mengenai sejarah-sejarah besar saja. Sejarah adalah milik semua golongan bukan hanya milik suatu golongan tertentu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar